Syaikh Ali At-Thonthoowi rahimahullah berkata :
“Semalam aku amati, kudapati ruangan terasa hangat dan api penghangat ruangan menyala. Sedangkan aku berada di dipan sambil santai. Aku sedang berfikir tentang tema yang akan kutulis. Lampu ada di sampingku, telepon di dekatku, anak-anakku sedang menulis, adapun ibu mereka sedang menenun kain wol.
Kami telah makan dan minum, dan radio mengeluarkan suara lirih, semuanya dalam ketenangan. Tidak ada yang aku keluhkan dan tidak ada pula yang aku meminta tambahannya. Maka lisanku berucap “Alhamdulillah…”, kulepaskan dari lubuk hatiku
Lalu akupun merenung … aku mendapati bahwasanya “Alhamdulillah” bukanlah sebuah kata yang sekedar diucapkan oleh lisan, meskipun diulan-ulang seribu kali…., akan tetapi “Alhamdulillah” atas kenikmatan-kenikmatan adalah sampainya aliran kenikmatan tersebut kepada orang yang membutuhkannya.
“Alhamdulillah” nya si kaya adalah memberi pemberian kepada faqir miskin, “alhamdulillah” nya si kuat dengan membantu kaum lemah, “alhamdulillah” nya si sehat dengan membantu orang-orang sakit, dan “alhamdulillah” nya si hakim dengan berbuat adil kepada orang-orang yang ia hukumi.
Lantas apakah aku sedang memuji Allah atas nikmat-nikmat ini, jika aku dan anak-anakku dalam keadaan kenyang dalam ruangan yang hangat, sementara tetanggaku dan anak-anaknya kelaparan dan kedinginan??
Jika tetanggaku tidak meminta-minta kepadaku, lantas apakah tidak wajib bagiku untuk bertanya kepadanya tentang kondisinya??
Istriku bertanya kepadaku, “Apa yang sedang kau renungkan?”, lalu akupun mengabarkannya. Iapun berkata, “Benar, akan tetapi tidak ada yang bisa memberi kecukupan bagi para hamba kecuali Dzat yang telah menciptakan mereka. Jika engkau hendak memberi kecukupan kepada tetangga-tetanggamu yang miskin maka engkau akan memiskinkan dirimu sebelum engkau berhasil menjadikan mereka berkecukupan”
Aku berkata, “Jika aku seorang kaya tentunya aku tidak akan mampu menjadikan mereka berkecukupan (kaya), maka bagaimana lagi jika aku hanyalah seorang yang pas-pasan (tidak ada penghasilan jelas), Allah memberi rezeki kepadaku sebagaimana memberi rezeki kepada burung yang terbang di pagi hari dengan perut kosong dan balik di sore hari dengan perut kenyang”?
Tidak…, tidak…!!, aku tidak ingin menjadikan para faqir miskin menjadi orang-orang yang kaya berkecukupan, akan tetapi aku ingin berkata, “Permasalahannya adalah relatif !!!”
Dibandingkan para pemilik jutaan uang, aku adalah seorang yang faqir miskin, akan tetapi jika dibandingkan dengan pekerja yang menanggung sepuluh anak dan ia tidak memiliki penghasilan lain kecuali upah kulinya maka aku adalah seorang yang kaya. Pekerja ini jika dibandingkan dengan seorang wanita janda yang hidup sendirian tanpa penghasilan sama sekali dan tidak memegang sepeser hartapun maka sang pekerja adalah seorang kaya. Sang jutawan terhitung miskin jika dibandingkan dengan sang milyarder. Tidak ada seorangpun di dunia yang miskin absolut mutlak atau kaya secara mutlak/absolute (semuanya relatif).
Kalian (mungkin) berkata, “Hari ini si At-Thonthoowi berfilsafat !!”
Tidak…, aku tidak sedang berfilsafat, akan tetapi aku ingin mengutarakan kepada kalian bahwasanya setiap kita –baik lelaki maupun wanita- bisa menemukan orang yang lebih miskin darinya lalu memberi bantuan kepadanya. Jika engkau wahai wanita yang mulia tidak memiliki kecuali lima potong roti, dan sepiring mujaddaroh (yaitu jenis makanan yang terbuat dari nasi dan ‘adas, yang ini merupakan sederhana yang ma’ruf di Suria-pen) maka engkau mampu untuk memberikan sepotong rotimu kepada seorang yang sama sekali tidak memiliki roti. Seseorang yang setelah makan malam masih tersisa tiga piring sayur fasuliya (sejenis kacang-kacangan), nasi, dan sedikit buah-buahan, serta sedikit kue, maka ia mampu untuk memberikan sebagiannya sedikit kepada sang pemilik roti.
Bagaimanapun miskinnya seseorang maka ia mampu untuk memberikan sesuatu kepada orang yang lebih miskin darinya.
Dan janganlah kalian menyangka bahwa apa yang kalian berikan akan pergi hilang begitu saja gratisan, tidak demi Allah…, sesungguhnya kalian akan menerima harga pembayarannya berlipat-lipat ganda, kalian akan menerimanya di dunia sebelum di akhirat. Sungguh aku telah mencobanya dan merasakannya sendiri.
Aku bekerja dan berusaha, dan aku berinfaq/membiyai keluargaku semenjak lebih dari tiga puluh tahun. Aku tidak memiliki pintu-pintu kebaikan dan ibadah yang aku buka kecuali aku menyumbang di jalan Allah jika aku memiliki harta. Seumur hidup aku tidak pernah menabung sedikitpun. Istriku selalu berkata kepada, “Wahai suamiku, paling tidak minimal kau bangunkan rumah buat putri-putri kita !!”. Aku hanya bisa berkata, “Biarlah itu diserahkan kepada Allah”.
Tahukah kalian apa yang terjadi??. Sungguh apa yang telah aku sumbangkan di jalan Allah telah Allah simpan untukku di “bank” kebaikan yang bank tersebut memberi keuntungan bagi para nasabahnya setiap tahun besarnya 7000 %.
Iya…, Allah berfirman
كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
“Serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji,…” (QS. Al Baqarah : 261)
Dan ada juga tambahan-tambahan yang melipat gandakan keuntungan
وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ
“…,Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki” (QS. Al Baqarah : 261)
Allah mengirimkan kepadaku seorang teman yang baik dan mulia, yang termasuk orang-orang terkenal di Damaskus, lalu iapun memberi pinjaman kepadaku biaya untuk membangun rumah. Lalu Allah juga mengirimkan kepadaku sahabat-sahabat yang baik, lalu mereka membangunkan rumah hingga selesai dan sempurna bangunannya. Adapun saya –demi Allah- sama sekali tidak mengetahui perkembangan pembangunan rumah tersebut kecuali sebagaimana orang-orang yang berjalan lewat depan rumah tersebut. Kemudian Allah menolongku dengan menganugerahkan kepadaku rizki yang halal yang tidak aku sangka-sangka, maka akupun melunasi seluruh hutang-hutangku. Kalau ada yang mau tahu maka aku akan menyebutkannya secara rinci dan aku akan sebutkan nama-nama para sahabatku tersebut.
Dan tidaklah aku terjatuh dalam kondisi sempit apapun kecuali Allah akan melapangkannya bagiku. Tidaklah aku membutuhkan sesuatupun kecuali Allah memberikannya kepadaku. Dan setiap aku memiliki harta berlebih kecuali aku simpan di bank akhirat ini.
Apakah ada di dunia ini orang yang berakal yang lebih memilih untuk berhubungan dengan bank makhluk (bank dunia) yang hanya memberi keuntungan yang haram yang hanya 5% , dan bisa jadi bank tersebut bangkrut atau terbakar, lalu ia meninggalkan bank Allah yang memberikan keuntungan bunga 7000% ?, selain itu hartanya di bank akhirat tersebut aman di sisi Penguasa alam semesta?, yang bank tersebut tidak akan bangkrut, tidak akan terbakar, dan tidak memakan harta masyarakat?
Karenanya janganlah kalian menyangka bahwa apa yang kalian sedekahkan akan hilang sia-sia, sesungguhnya Allah akan menggantinya (dengan lebih banyak) di dunia sebelum di akhirat.
Aku akan membawakan sebuah kisah bagi kalian, kisah tentang seorang ibu yang putranya sedang bersafar. Suatu hari ibu ini duduk sambil makan, dan tidak ada dihadapannya kecuali hanya sesuap sayur dan sepotong roti. Lalu datanglah seorang peminta-minta, lalu sang ibupun menahan mulutnya untuk tidak makan lalu ia memberikan makanan tersebut kepada sang peminta-minta sehingga iapun bermalam kelaparan.
Tatkala sang putra tiba dari safarnya maka sang putrapun menceritakan kepada sang ibu tentang apa yang ia temukan dalam perjalanan safarnya. Sang putra berkata, “Diantara perkara yang sangat menakjubkan dalam safarku yaitu di tengah jalan ada seekor singa yang mengikutiku, dan tatkala itu aku hanya sendirian. Maka akupun lari, akan tetapi sang singa berhasil meloncat menerkam aku, dan tanpa aku sadari tiba-tiba aku sudah di hadapan mulutnya. Akan tetapi tiba-tiba ada seorang lelaki yang memakai baju putih muncul di hadapanku lalu menyelamatkan aku dari singa tersebut. Lalu lelaki itu berkata, “Suapan dibalas dengan suapan”. Dan aku tidak paham maksudnya.”.
Lalu sang ibupun bertanya kepada putranya tersebut tentang kapan waktu kejadian tersebut, ternyata pada hari yang sama tatkala ia memberi sesuap makanan kepada pengemis. Sang ibu telah melepaskan tangannya yang berisi sesuap makanan yang hendak ia makan untuk diberikan sesuap makanan tersebut kepada sang pengemis, maka Allahpun melepaskan dan menyelamatkan anaknya yang hampir menjadi suapan bagi mulut singa.
Sedekah menolak bala’ dan dengan sedekah Allah menyembuhkan orang yang sakit, dan Allah menolak gangguan-gangguan. Hal ini sudah terbukti. Dan ada hadits-hadits yang menunjukkan tentang hal ini.
Seseorang yang beriman bahwasanya alam semesta ini memiliki Tuhan yang mengatur alam, dan di tanganNya lah karunia, dan Dialah yang meyembuhkan dan menyelamatkan, maka dia akan tahu bahwasanya hal ini adalah benar.
Para wanita lebih dekat kepada keimanan dan kelembutan, dan saya sedang menujukan pembicaraanku kepada para wanita yang mulia. Barang apa saja yang sudah tidak dibutuhkan seorang wanita, seperti baju lamanya atau baju anak-anaknya, atau barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan seperti kasur atau karpet, demikian juga makanan dan minuman yang berlebihan. Lalu hendaknya ia mengecek keluarga yang miskin dan memberikan kepada mereka, maka jadilah barang-barang ini menjadi kebahagiaan bagi mereka pada bulan ini. Dan janganlah ia memberikan dengan gaya seorang yang sombong dan merasa tinggi. Sesungguhnya pemberian yang sederhana jika disertai dengan senyuman dihadapan wajah sang miskin lebih baik dari pada uang banyak yang kau berikan kepadanya sementara engkau sambil mengangkat hidung karena sombong dan merasa tinggi.
Sungguh aku masih ingat –beberapa tahun yang silam- putri kecilku si Banan membawa dua piring makanan –di bulan Ramadhan- hendak ia berikan kepada seorang penjaga. Maka aku berkata kepadanya, “Wahai putriku, kemarilah…, ambilah nampan, sendok, garpu, dan gelas yang bersih, lalu berikan dua piring makanan tersebut bersamanya begini…, engkau tidak rugi sedikitpun. Makanannya tidak berubah sama saja, akan tetapi jika engkau berikan kepadanya hanya piring dan roti maka engkau akan menyedihkan hatinya, engkau membuatnya merasa seakan-akan ia seorang peminta-minta atau pengemis. Adapun jika engkau berikan makanan tersebut di atas sebuah nampan disertai gelas, sendok, dan garpu, serta tempat bumbu maka akan mengobati perasaannya dan dia akan merasa seakan-akan ia adalah seorang tamu yang dimuliakan.
Banyak pintu-pintu cara bersedekah yang dilalaikan oleh banyak orang, padahal mudah untuk dilakukan. Diantaranya bersikap mudah dan ramah terhadap para pedagang yang datang ke pintu-pintu rumah-rumah, mereka menjual sayur-mayur, buah-buahan, dan bawang. Lalu ada seorang wanita yang menawarnya dan mendebatnya agar ia menurunkan harga barangnya meskipun sedikit, agar sang wanita menampakkan kemahiran dan kehebatannya dalam menawar. Padahal bisa jadi wanita ini adalah dari keluarga jutawan/ keluarga kaya raya. Adapun sang penjual yang miskin tersebut harga dagangannya yang seharian penuh ia memutari rumah-rumah untuk menjualnya hanya senilai taruhlah 100 ribu rupiah, sementara untungnya hanya 20 ribu rupiah !!!
Wahai para wanita…aku mohon kepada kalian atas nama Allah agar kalian bermudah-mudah untuk membeli dagangan para penjual tersebut, berikan kepada mereka apa yang mereka minta. Jika salah seorang dari kalian merasa rugi sejumlah uang (karena tidak menawar…), maka anggaplah itu sebagai sedekah, bahkan sedekah kepada para penjual tersebut lebih baik daripada sedekah kepada pengemis…
Intinya -wahai para pembaca yang budiman- barang siapa yang ingin Allah kirimkan baginya orang yang lebih kaya dan lebih kuat darinya (untuk membantunya) maka hendaknya ia memperhatikan orang yang lebih lemah dan lebih miskin darinya. Hendaknya setiap kita memposisikan dirinya seperti posisi saudaranya (yang miskin), hendaknya ia menghendaki kebaikan bagi saudaranya sebagaimana ia menghendaki kebaikan bagi dirinya. Sesungguhnya kenikmatan dan karunia hanyalah terjaga dan bertambah dengan bersyukur kepada Allah, dan bersyukur tidak hanya dengan sekedar diucapkan oleh lisan saja. Jika ada seseorang yang memegang tasbih lalu mengucapkan “Alhamdulillah” sebanyak 1000 kali, sementara ia tetap pelit dengan hartanya, pelit dengan kedudukannya (tidak mau membantu dengan memanfaatkan kedudukannya-pen), dan ia menzolimi dengan kekuasaannya jika ia memiliki kekuasaan, maka ia bukanlah orang yang memuji Allah, akan tetapi seorang yang pendusta dan riyaa’.
Hendaknya kalian memuji Allah dengan praktek nyata, dan berbuatlah baik kepada orang lain sebagaimana kalian suka Allah berbuat baik kepada kalian. Ketahuilah apa yang aku serukan kepada kalian pada hari ini adalah merupakan sebab kemenangan dan kejayaan Islam mengalahkan para musuh, dan merupakan bentuk persiapan untuk meraih kemenangan. Ini merupakan bentuk jihad dengan berkorban harta, dan jihad ini adalah saudaranya jihad dengan berkorban jiwa.
Semoga Allah merahmati seorang yang mendengar nasehat lalu ia mengamalkannya, dan tidak menjadikan nasehat tersebut masuk di telinga kanannya untuk dikeluarkan dari telinga kirinya.
(Tulisan indah ini ditulis oleh Syaikh Ali Ath-Thonthoowi rahimhaullah di majalah al-Idzaa’ah pada tahun 1956. Tulisan ini banyak disebarkan di internet, diantaranya silahkan lihat http://www.paldf.net/forum/showthread.php?t=1075215, http://www.khawlan.com/vb/t23874.html, dan http://www.lyaleal6rb.net/vb/showthread.php?t=1405)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 25-03-1434 H / 07 Februari 2013 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com